6 Tahun Terbengkalai, Kasus Mafia Tanah di Batola Seret Oknum Kades Aktif
Kuasa hukum , Enis Sukmawati dari Kantor Hukum Nenggala Alugoro bersama Sofyan Hutapea di Polres Batola Polda kalsel
Kasus ini dilaporkan oleh Sofyan Hutapea dengan nomor LP/95/IX/2019/Kalsel/Res Batola. Dalam laporannya, Sofyan menyebut adanya pemalsuan dokumen dan penyerobotan lahan seluas 1.000 meter persegi yang telah bersertifikat atas namanya sejak 2005. Namun pada 2017, muncul sertifikat baru di atas lahan yang sama.
Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka: Jusriyan dan Abdul Kadir. Namun hingga kini hanya berkas Jusriyan yang dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Desember 2019. Berkas Abdul Kadir mandek tanpa kejelasan.
Kuasa hukum pelapor, Enis Sukmawati dari Kantor Hukum Nenggala Alugoro, menilai lambannya penanganan kasus ini sebagai pelanggaran terhadap prinsip kepastian hukum.
“Kalau memang tidak cukup bukti, semestinya ada SP3. Tapi jika masih berlanjut, klien kami berhak mendapat SP2HP. Sampai sekarang, keduanya tidak ada,” ujar Enis, Senin (15/7/2025).
Lebih mengejutkan, Abdul Kadir yang berstatus tersangka tetap menjabat sebagai Kepala Desa. Padahal, menurut Pasal 18 ayat (1) PP No. 72 Tahun 2005, seorang kepala desa wajib diberhentikan sementara jika berstatus tersangka atas tindak pidana dengan ancaman minimal lima tahun penjara.
“Ini menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum. Jangan sampai jabatan dijadikan tameng untuk menghindari proses hukum,” tegas Enis.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Batola IPTU Marum saat dikonfirmasi menyebut bahwa kasus tersebut masih dalam tahap pengecekan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.
Kuasa hukum korban berharap Polda Kalsel segera membuka kembali penyidikan dan mengambil tindakan tegas. Mereka juga meminta pemerintah pusat dan daerah tidak tinggal diam terhadap praktik mafia tanah yang diduga melibatkan aparat desa.
“Ini bukan sekadar konflik agraria, tapi soal keadilan dan integritas hukum di daerah,” pungkas Enis.
0 Comments:
Posting Komentar